TANTANGAN DAN KEPRIHATINAN PARA GEMBALA DALAM MENGHADAPI SITUASI DUNIA DEWASA INI
Dewasa ini banyak orang-orang Katolik pindah atau eksodus ke gereja-gereja lain, dari pengakuan mereka banyak sekali yang mengatakan bahwa ada kekurangan-kekurangan dalam Gereja Katolik sehingga mereka lari ke gereja lain. Di antara mereka ada yang mengatakan :
Liturginya kurang menarik, kotbahnya membuat ngantuk, di Gereja Katolik kurang mendapat pembinaan yang rutin dan santapan firman, kurang ada kesempatan dan ladang pelayanan yang bisa dilakukan oleh kaum awam, relasi persaudaraan kurang akrab, hanya bertemu dalam misa, sesudah misa kurang ada kontak persaudaraan, dan lain-lain. Sebaliknya hal-hal yang lebih menarik ditemukan di gereja-gereja lain, dan mereka merasa menemukan Tuhan dan lebih berkembang dalam hidup rohani dan pelayanan di sana.
Semua pendapat-pendapat ini bisa dianggap benar, namun bisa juga dianggap tidak benar, namun kenyataan yang dihadapi oleh Gereja Katolik adalah bahwa banyak umat katolik yang meninggalkan Gereja Katolik dan pindah ke gereja-gereja lain. Kenyataan ini menjadi suatu hal yang perlu direfleksikan bersama oleh Gereja dan melakukan usaha-usaha nyata serta kerja sama untuk mengatasi masalah tersebut. Inilah suatu tantangan yang dihadapi oleh para gembala bersama umatnya, untuk lebih memperhatikan domba-dombanya, mencari yang hilang, mengusahakan agar domba yang tercerai berai ini dapat kembali ke kandangnya, dan menyelamatkan mereka dari segala bahaya.
Selain masalah eksodusnya umat Katolik ke gereja-gereja lain, yang menjadi masalah umat dewasa ini adalah tantangan yang disebabkan oleh kemajuan zaman yang dapat merugikan kehidupan umat beriman antara lain : maraknya pornografi melalui masmedia, internet, CD, VCD, banyaknya masalah keluarga : perselingkuhan, perceraian, aborsi, pergaulan bebas, masyarakat yang semakin terbiasa dengan korupsi, kecanduan narkoba, hiburan tak sehat, dan juga merosotnya kehidupan moral di segala bidang, sikap hidup hedonis, konsumtif. Selain itu juga masalah kemiskinan, ketidakadilan, penindasan, dan masalah-masalah sosial lainnya yang dihadapi oleh umat. Semua itu menyebabkan banyak orang mengalami luka-luka batin, kehilangan tujuan hidup, mengalami depresi, trauma-trauma, dan keputusasaan. Banyak keluarga-keluarga kristiani dan jiwa-jiwa dihancurkan dan dijerat oleh pukat harimau si iblis. Di satu sisi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak positif bagi manusia, namun dampak negatif juga tak terhitung banyaknya, lewat pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang meresapi semua kehidupan manusia, banyak sendi-sendi kehidupan dihancurkan.
Inilah keprihatinan dari Yesus Sang Gembala Agung melihat kondisi domba-domba-Nya pada zaman ini. Dan Dia memanggil para gembala untuk membawa domba-domba yang tersesat untuk pulang kembali ke kandangnya, membalut yang sakit dan terluka, melindungi dan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya, agar mereka memperoleh keselamatan dan hidup yang kekal.
“Aku akan menggembalakan mereka di atas gunung-gunung Israel, di alur-alur sungainya dan di semua tempat kediaman orang di tanah itu. Di padang rumput yang baik akan Kugembalakan mereka dan di atas gunung-gunung Israel yang tinggi di situlah tempat penggembalaannya; di sana di tempat penggembalaan yang baik mereka akan berbaring dan rumput yang subur menjadi makanannya di atas gunung-gunung Israel. Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan mereka berbaring, demikianlah firman Tuhan ALLAH. Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya” (Yeh. 34 : 13 b-16)
FIGUR GEMBALA YANG IDEAL
Gereja membutuhkan gembala-gembala yang ideal, gembala-gembala yang peduli akan keselamatan domba-dombanya. Gereja membutuhkan gembala-gembala yang baik dan sekaligus adalah seorang insan Allah. Gembala yang baik seperti Yesus Sang Gembala Agung yang menjadi teladan para gembala. Insan Allah yaitu mereka yang mempunyai relasi pribadi yang mendalam dan mesra dengan Allah, mereka yang telah bertemu sendiri dengan Allah yang hidup, Allah yang telah menguasai hatinya. Karena mereka telah bertemu sendiri dengan Allah, mereka akan dapat berbicara dengan penuh keyakinan tentang Allah dan membawa orang lain kepada perjumpaan yang nyata dengan Allah yang hidup.
Gereja membutuhkan gembala-gembala seperti Santo Paulus, yang peka dan terbuka terhadap tanda-tanda zaman. Paulus adalah rasul dan gembala umat yang kreatif, digerakkan oleh Roh Allah ia selalu berkeliling, merintis misi baru, membentuk jemaat baru. Dalam menghadapi situasi baru, dia ditantang untuk kreatif, membuat terobosan-terobosan baru, hambatan-hambatan apapun tidak mengendorkan visi dan misinya untuk meluaskan kerajaan Allah.
Gereja juga membutuhkan gembala-gembala yang terampil dan bijaksana, penjamin kesatuan dan kesinambungan, seperti Santo Yakobus. Terampil dalam merumuskan visi dan strategi pastoral, dia mempunyai visi yang memberi ilham dan mendorong tetapi juga strategi pastoral yang realistis, dan berpijak pada analisis yang mendalam. Pertimbangan pastoralnya cukup bijaksana, kebijakan yang lahir dari pengalaman pastoral yang dihadapi (Kis. 15 : 13-21). Dia terampil dan berusaha mengembangkan karya pastoralnya dengan selalu belajar berkelanjutan, selalu bersandar pada firman Allah dan terbuka kepada bimbingan Roh Kudus. Di tengah umatnya dan kaum awam, gembala yang terampil menempatkan diri sebagai rekan dalam tim. Gereja membutuhkan gembala-gembala yang suci, rendah hati, bijaksana, dan setia melaksanakan kehendak Allah.


Gereja membutuhkan gembala-gembala yang menjadi tokoh penengah, jembatan, memperlancar, penghubung seperti Barnabas. Barnabas berarti “anak penghiburan”. Sesudah pertobatan Paulus, ketika Paulus mencoba menggabungkan diri dengan jemaat induk di Yerusalem, semua orang takut dan curiga kepadanya. Kemudian Barnabas muncul dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceritakan kepada mereka siapa Paulus dan dengan itu Paulus diterima dan boleh bergabung dengan jemaat (Kis. 9 : 19-31).
Barnabas pula yang membawa Paulus ke jemaat baru Antiokia dan di sana dapat berkarya dengan gagasan-gagasan barunya, misalnya tidak perlu sunat dan tak perlu mentaati hukum Taurat untuk menjadi Kristen. Barnabas menjadi penghibur dan pendorong, ketika Paulus mendapat tantangan dengan gagasan barunya. Barnabas mendukung gagasan dan posisi Paulus. Yang penting bagi Barnabas adalah semua dapat berjalan dengan baik dan lancar. Bukan Barnabas yang membuat terobosan baru, namun Paulus, tetapi berkat Barnabas, gagasan baru dan terobosan baru Paulus itu bukan dilihat sebagai ancaman, namun supaya dapat diterima oleh umum. Orang semacam Barnabas, tidak peduli akan posisi yang pertama, namun ia rela menjadi pendamai, penghubung di saat-saat sulit, dia dapat mebahasakan pendapat-pendapat baru dengan bijaksana, agar dapat diterima oleh umum.
IMAMAT YESUS KRISTUS DAN TAHBISAN IMAMAT
Yesus Kristus, perantara antara Allah dan manusia, adalah Imam abadi. Dalam memahkotai imamat-Nya, Dia mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Bapa di salib demi kita. Akan tetapi Kristus menjadi Imam bukan hanya di salib dalam hakikat diri-Nya, Dia adalah Imam dan Imamat-Nya adalah abadi, “Tetapi karena Ia tetap selama-lamanya, Imamat-Nya tidak dapat beralih kepada orang lain, karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup sebagai Pengatara mereka” (Ibr. 5 : 1-5).
Yesus tidak puas menghayati imamat-Nya hanya di surga. Dia ingin melaksanakan imamat-Nya di sini, di bumi sampai akhir zaman. Yesus Imam yang berbelaskasih, yang mengampuni para pendosa, Imam yang lemah lembut, yang memberkati orang-orang, Imam yang penuh semangat mencari domba-domba yang hilang, Imam yang penuh kasih, yang mempersembahkan diri-Nya sendiri, dan memberi makan murid-murid-Nya dengan tubuh dan darah-Nya sendiri, masih hidup dan meneruskan karya imamat-Nya di dunia ini. Dia melakukan hal ini secara khusus dengan perantaraan Sakramen Tahbisan. Lewat Sakramen tahbisan, Yesus memberi umat manusia kekuasaan untuk mengubah roti menjadi anggur, menjadi Tubuh-Nya dan Darah-Nya, serta kuasa untuk mengampuni dosa-dosa.
Beberapa orang terkejut mendengar gagasan bahwa seorang imam menyatakan diri mempunyai kekuatan semacam ini. Namun dalam kenyataannya Yesus sendirilah yang terus melakukan mujizat-mujizat itu. Yesus memilih untuk mengampuni pendosa-pendosa, mengajar dan berkotbah, untuk memberikan hidup ilahi, memperbaharui kurbanNya di salib dengan perantaraan umat manusia, yaitu orang-orang yang dikuduskanNya dan diberiNya kekuatan sebagai imam-imamNya lewat Sakramen tahbisan.

Para imam diberi kekuatan ini sehingga semua anggota umat Allah yang berziarah, yang membutuhkan pelayanan khusus tadi dapat menemui seseorang yang telah diberi tugas untuk memperhatikan kebutuhan mereka. Seorang imam ditahbiskan untuk memberi pelayanan rohani kepada para anggota Gereja. Seorang imam adalah pembangun jembatan-jembatan yang membawa Allah kepada umat manusia dan umat manusia kepada Allah.
Imam seperti “ KRISTUS YANG LAIN”, karena dia ditandai dengan suatu meterai yang tak terhapuskan, yang menjadikan dia sebuah gambaran yang hidup dari Penebus kita. Imam mewakili Kristus yang berkata, “Seperti Bapa telah mengutus Aku, demikian pula Aku mengutus kamu, orang yang mendengarkan kamu, dia juga mendengarkan Aku” (Ensiklik tentang kesucian hidup Imam).
BERDOA BAGI PARA IMAM
“Hai para imam, kamu seperti lilin yang bernyala, kamu yang memberi terang kepada jiwa-jiwa, semoga cahayamu tak pernah suram.”
~Kata-kata mutiara dari buku harian St. Faustina
Panggilan imamat dalam Gereja Katolik adalah rahmat dan anugerah yang indah dari Tuhan yang patut kita syukuri bersama. Panggilan imamat adalah luhur dan mulia. Panggilan imamat sangat dibutuhkan dalam Gereja. Panggilan imamat sungguh menggembirakan kita, sebab mereka menjadi penyalur rahmat Tuhan melalui pelayanan sakramen-sakramen dan juga melalui pewartaan dan kesaksian hidup mereka. Gereja Katolik membutuhkan para imam, kita semua tak dapat membayangkan Gereja Katolik tanpa imam. Tanpa imam berarti tak ada Sakramen Ekaristi, tanpa imam tak ada Sakramen Tobat, tak ada sakramen-sakramen lainnya, tanpa imam tak ada Gereja Katolik, Betapa penting peranan para imam bagi Gereja dan keselamatan umatNya. Namun benar juga bahwa para imam tanpa umat, maka panggilannya sebagai imam menjadi tak berarti. Jadi para imam dan umatnya saling membutuhkan dan saling melengkapi.
Dalam perayaan Ekaristi, imam mendoakan dan mempersembahkan kurban misa bagi orang-orang yang minta didoakan baik untuk yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Kemudian kita semua sebagai anggota Tubuh mistik Kristus, juga perlu berdoa dan berkurban bagi para imam. Kita perlu berdoa bagi para imam yang dipakai oleh Allah menjadi terang bagi dunia, agar jangan sampai cahaya para imam menjadi padam, oleh karena godaan dunia dan dosa-dosa. Kita berdoa agar para imam selalu dilindungi, diberkati, mengalami kebahagiaan dan sukacita dalam kehidupan panggilan imamatnya, sehingga mereka dapat setia dalam panggilannya dan dapat menjadi alat-alat yang suci di tangan Tuhan untuk meluaskan kerajaan-Nya.
Kita dapat meneladan St. Theresia dari Lisieux, seorang kudus Karmel yang banyak berdoa dan berkurban bagi para imam dan para misionaris. Theresia dibakar oleh suatu kerinduan yang besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa, sehingga mendorong dia untuk banyak berdoa dan berkurban demi cintanya kepada Yesus. Ia mengatakan, “ Aku mau membantu para imam, para misionaris, dan seluruh Gereja.” Doa, kurban, dan penderitaannya dipersembahkannya untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.
Kita perlu berdoa dan berkurban bagi para imam:
- yang menjadi misionaris, yang memberitakan Injil ke negeri lain
- yang berkarya di pedalaman-pedalaman dengan medan yang sulit
- yang melakukan pekerjaan missioner di negaranya sendiri
- yang sedang melanjutkan studinya
- yang bekerja dalam bidang pendidikan untuk para calon imam
- yang menjadi guru dan dosen di sekolah-sekolah Katolik
- yang menjadi pembina kaum muda
- yang bekerja dalam karya administrasi Gereja
- yang bekerja di paroki-paroki
- yang bekerja memperjuangkan hak-hak orang-orang yang tertindas dan mengalami ketidakadilan, pelanggaran (HAM)
- yang hidup dalam biara-biara kontemplatif
- dan lain sebagainya.
Semoga Tuhan selalu menumbuhkan benih-benih panggilan imamat di seluruh dunia, dan di sepanjang zaman. Memberi keberanian bagi kaum muda untuk menyerahkan hidupnya bagi Tuhan sebagai imam-Nya untuk melayani Tuhan dan menggembalakan umat-Nya. Dan semoga Tuhan akan selalu memelihara kehidupan jasmani dan rohani para imam-Nya, memberikan rahmat kehidupan kekal dan menyertai mereka sampai akhir zaman.
~ Sr. Maria Yoanita P.Karm