Sungguh ‘ku bangga Bapa
punya Allah seperti Engkau
sungguh ‘ku bangga Yesus
atas s’gala pengorbananMu
Tak ingin aku hidup
lepas dari kasihMu
kasihMu menyelamatkan
dan b’ri ‘ku pengharapan
Kini ‘ku persembahkan
apa yang aku miliki
memang tiada berarti
bila dibanding dengan kasih-Mu
Namun ‘ku ingin memb’ri
dengan sukacita dihati
kar’na ‘ku tahu
ini menyenangkan hati-Mu
Lagu ini dinyanyikan sebagai pembukaan rekoleksi yang dibawakan oleh Mas/ Bapak Cahyo dari Komisi Kateketik Keuskupan Padang.
Dari lagu ini, peserta yang adalah para pengurus dewan stasi dan pengurus dewan Pastoral Paroki diajak untuk menggali diri, bagian mana dari lagu ini yang dirasa paling mengena sehubungan dengan keberadaan sebagai pengurus. Dari berbagai jawaban yang muncul, muncullah kata Rekoleksi.
Rekoleksi. Re-Koleksi. Secara harafiah kata, rekoleksi berarti mengumpulkan kembali. Yang dikumpulkan adalah seluruh pangalaman hidup dalam relasi dengan Tuhan.
- Evaluasi : Apa yang sudah saya lakukan? Apa sungguh bermanfaat bagi orang lain? Bagi umat? Atau untuk kepopularitasan saya?
- Mencari kehendak Tuhan: Apa yang Tuhan kehendaki dariku? Apakah saya memaksakan kehendak diri sendiri?
Membuka Hati, adalah syarat mutlak sekaligus tujuan rekoleksi. Bukan berdebat ataupun menunjukkan kepandaian, karena kita adalah pelayan-pelayan Tuhan yang dipakai secara khusus oleh Tuhan ~ dalam bidang apapun.
Kisah Jemaat Pertama
Kis 2:41-47
2:41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.
2:42. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.
2:43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda.
2:44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,
2:45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.
2:46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati,
2:47 sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.
Inti dari bacaan ini adalah:
- Para Rasul mengadakan banyak mujizat, dan
- Mereka disukai semua orang
Faktanya adalah: praktek hidup yang berbeda dangan orang lain menjadikan para rasul berbeda dengan kebanyakkan orang.
Maka: Walaupun tidak popular, tidak hidup berlimpah-limpah, mereka menjadi disukai banyak orang.
Sebuah pertanyaan.
Apakah mujizat (dan tanda-tanda) masih relevan di saat sekarang ini?
Disajikan sebuah film dokumenter yang sangat menyentuh hati.
Dibuka dengan perayaan Misa Kudus dalam film tersebut, dilanjutkan dengan sajian mengenai anak-anak dengan kebutuhan khusus, terpingirkan, dan tidak ada ”orang-orang besar” yang peduli.
Namun ada sekelompok “Ibu Teresa”, yang hidupnya sederhana namun bertekad untuk memberi kasih berlimpah ditengah keterbatasan dengan mengenyampingkan keinginan dan kebutuhan pribadi demi kebahagiaan anak-anak tersebut.
Anak-anak diberikan pelajaran, dimandikan, diasuh, diajak bermain, diajak berdoa, disuapi, diperlakukan sebagaimana layaknya seorang orang tua mengasihi anak-anaknya, tanpa pandang bulu.
Dalam tangan-tangan kasih tersebut, anak-anak yang dalam pandangan umum dianggap tidak memiliki pengharapan, menjadi anak-anak yang bisa mendapatkan hal-hal yang menjadi hak mereka.
Film diakhiri dengan perayaan Misa Kudus.
Mujizat.
Mujizat bukanlah mantra “Bim-salah-bim” atau “Adabra-gubrak.”
Sekelompok Ibu Teresa di atas melakukan mujizat mereka. Mereka tidak tenar, tidak terkenal, melakukan sesuatu yang tidak biasa dan sangat tidak popular. Perbuatan mereka sangat tidak pasaran sehingga tidak enak untuk dikonsumtif.
Tapi….
Mereka mencoba menghadirkan kebahagiaan dalam suatu tindakan yang konkrit. Nyata. Terus menerus.
Maka…
Berbagai sumbangan solidaritas mengalir melalui mereka untuk anak-anak tersebut. Tuhan menambahkan jumlah.
Dalam film dokumenter tersebut diawali dan diakhiri dengan Misa Kudus, yang artinya: Tuhan hadir. Maka, ketika Allah hadir dalam setiap kegiatan tampak nyata, itulah MUJIZAT.
Tantangan – Potret Keuskupan Padang
Disajikan data-data statistik mengenai keterlibatan / ketertarikan umat di se-Keuskupan Padang, antara lain dalam bidang karya pendidikan, bidang pewartaan, bidang perlayanan, bidang kseshatan, Bidang politik, bidang kesaksian dan bidang persekutuan. Banyak dari bidang-bidang ini belum menghasilkan mujizat, belum mewartakan kegembiraan nyata.
Evaluasi mengapa hal tersebut bisa terjadi karena
- Rasa minoritas
- Perlakuan diskriminasi
- Kurangnya kesadaran hidup menggereja – tidak mau repot-
- Pengetahuan dan penghayatan iman rendah
Maka:
Sejak 11 Oktober 2012 – 24 November 2013 ditetapkan oleh Bapa Paus Benediktus XVI sebagai Tahun Iman.
Pekerjaan Rumah.
Tugas kita `~Baik sebagai pengurus DPP, Stasi, Umat Basis, bahkan pribadi~ adalah
- Membuat mujizat: yaitu Mencoba menghadirkan kabar gembira dengan kegiatan yang kongkrit / nyata, melalui perencanan kegiatan-kegiatan yang tidak hanya rutinitas, melainkan mampu menghadirkan secara sungguh-sungguh kegembiraan.
- Membuat Allah hadir, agar kita mampu mengadakan mujizat dan
- Membuat kita (dan komunitas kita) disukai banyak orang, maka Allah akan menambahkan jumlah
Penting diingat:
Semua karya hanya mampu dilaksanakan jika kita bersama-sama dengan Allah.
Foto kegiatan bisa dilihat di sini
Tim Warta Paroki 2012